KIBLAT.NET – Pada
edisi sebelumnya
telah dibahas bagaimana sepak terjang syaikh Abu Mush’ab Az-Zarqawi di
penjara dan mengukir karakter di bawah bimbingan syaikh Al-Maqdisi.
Dilanjutkan dengan kebebasannya dari penjara dan kembali ke kancah jihad
Afghanistan. Akhirnya, Zarqawi meninggalkan Afghan dan berlabuh ke Irak
hingga syahid di sana. Bagaimanakah kisahnya? Simak hanya di sini.
Jalan Liku Menuju Irak
Meninggalkan Afghanistan adalah satu-satunya pilihan bagi Zarqawi pasca
jatuhnya kota Kandahar dan serangan Tora Bora. Sebab, Taliban telah
habis. Sebelum meninggalkan Afghanistan, Zarqawi terlebih dahulu
mengevakuasi keluarga para mujahidin. Ia keluarkan mereka semua ke
Pakistan sebelum mereka sendiri meninggalkan Afghanistan untuk
selamanya.
Irak
Zarqawi tidak mempunyai banyak pilihan, sebab Pakistan pernah
menangkapnya dan ia pernah dideportasi dari negara itu karena melanggar
undang-undang keimigrasian. Apalagi keberadaan Pakistan yang bersekutu
dengan Amerika Serikat membuat negara itu bukanlah tempat yang aman.
Sementara Yordania, tanah airnya, tidak mungkin lagi ia kembali ke sana
oleh sebab adanya keputusan pengadilan secara in abstensia yang
menghukum mati dirinya. Ia pun memutuskan untuk menuju Iran. Zarqawi
melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan untuk memudahkan
pengalihan anggota kelompoknya dari Afghanistan menuju Iran via
Pakistan. Ia tunjuk Abdul Hadi Daghlas sebagai pemimpin, sebelum ia
sendiri bertolak ke Iran.
Ia berencana membangun pangkalan logistik di kota Zahidan Iran yang
berada di dekat perbatasan Pakistan, dibantu oleh warga Iran dari
kelompok Sunni. Dahulu ia mempunyai hubungan yang baik dengan mereka
tatkala ia berada di kamp Herat. Ia juga membuat pusat logistik lain di
Teheran di sebuah ladang milik tokoh Afghan yang tenar, Hekmatyar.
Ladang itu ia jadikan sebagai pusat komando.
Kota Zahidan
Di sinilah ia menggelar sidang syura bagi para pemimpin jaringannya,
memberitahukan mereka bahwa ia memutuskan untuk bertolak ke Irak atas
dasar keyakinannya bahwa negara itu akan menjadi ajang peperangan
mendatang melawan Amerika Serikat. Keputusan Zarqawi untuk bertolak ke
Irak ia ambil dengan penuh kerahasiaan. Tak satupun anggota kelompoknya
yang mengetahui arah tujuan mereka ketika meninggalkan Pakistan dan
kemudian ke Iran. Zarqawi menyebar anggota jaringannya ke sejumlah hotel
di Teheran, khususnya mereka yang mempunyai surat-surat perjalanan yang
legal. Sementara yang tidak mempunyai surat-surat resmi, ditempatkan di
rumah-rumah khusus.
Di Teheran, mula-mula Zarqawi melakukan pemindahan keluarga anggota
jaringannya ke Turki via udara, untuk kemudian ke Irak. Ia juga meminta
para pejuangnya yang mempunyai surat-surat resmi untuk pergi ke Turki
dengan udara baru kemudian ke Irak. Sementara yang tidak mempunyai
surat-surat resmi ia pindahkan ke Irak utara secara ilegal.
Membangun Jaringan di Irak
Upaya-upaya membangun kekuatan dilakukan olah Zarqawi. Salah satunya
membangun dua pangkalan logistic. Yang pertama di daerah Dar Ghaisy Khan
dan kedua di daerah Sarghat. Ia mengangkat Abdul Hadi Daghlas sebagai
amir di daerah ini. Selain itu, ia juga ditunjuk sebagai penanggung
jawab koordinasi hubungan antara jaringan Zarqawi dengan jamaah Anshar
Al-Islam Kurdi. Namun Daghlas syahid bersamaan dengan permulaan serangan
Amerika terhadap Irak pada bulan Maret 2003. Sedangkan Zarqawi sendiri
menjadikan daerah di barat propinsi Anbar sebagai pusat organisasinya.
Wilayah Anbar, Irak
Setelah kematian Abdul Hadi Daghlas di Irak Utara dan tertawannya
Khalid Al-‘Aruri di Iran, Zarqawi mengembankan dua tugas tersebut kepada
seorang dokter gigi dari Suria bernama Sulaiman Khalid Darwisy yang
dikenal dengan julukan Abu Al-Ghadiyeh. Sebagaimana ia juga ditugasi
tanggung jawab melatih para pengikutnya untuk membikin bom, setelah
istri keduanya—warga Palestina—dan putranya Khalid di Yordania. Abu
Al-Ghadiyeh menjadi unsur terpenting dalam jaraingan Zarqawi yang sudah
memutuskan untuk membalas dendam terhadap Amerika Serikat.
Dalam membangun jaringannya, Zarqawi mengandalkan unsur-unsur sumber
daya manusia yang berbeda dengan unsur yang diandalkan Al-Qaidah—yang
mengfokuskan pada para sukarelawan dari Jazirah Arab dan Mesir secara
khusus dan pendanaan keduanya yang mengandalkan aliran dana dari Jazirah
Arabia. Dalam membangun jaringannya, Zarqawi mengandalkan unsur dari
negeri Syam (Yordania, Palestina dan Suria) sehingga anggota-anggota
jaringan ini dinamakan Jund Asy-Syam (tentara Syam). Zarqawi juga
memanfaatkan diaspora orang-orang Suriah di luar negeri akibat
penindasan politik yang dialami kelompok Ikhwan Muslimin dan
jamaah-jamaah Islam lain di kota-kota Suriah, seperti Aleppo dan Hama
pada awal tahun 80-an abad lalu.
Pemikiran para anggota jamaah-jamaah itu cenderung lebih ekstrim dan
keras, setelah sebelumnya mereka merupakan gerakan dakwah. Perubahan
sikap ini terjadi, seperti diyakini banyak pihak, karena reaksi atas
tindakan represif terhadap mereka. Tidak sedikit dari mereka dan
putra-putra mereka bergabung dengan para mujahidin di Afghanistan dengan
mengantongi banyak dana yang mereka kumpulkan tatkala bekerja di Eropa,
Amerika Serikat, Amerika Latin, dan negaranegara lain di dunia. Zarqawi
menggaet dan menarik mereka melalui Abu Al-Ghadiyeh. Ia sendiri
menyusun strategi khusus untuk me-
manage peperangan di Irak.
Namun, ketika ia sedang melaksanakan rencana ini, pihak inteljen Iran
mengepung sejumlah hotel yang ditinggali anggota kelompoknya. Saat itu
mereka sedang bersiap-siap untuk pergi ke Turki. Sekitar 23 orang
tertangkap, termasuk tangan kanannya, Khalid Al-‘Aruri. Keadaan itu
memaksa Zarqawi untuk mempercepat pengalihan para anggotanya yang masih
ada ke Irak Utara. Apalagi setelah Zarqawi bersepakat dengan seorang
tokoh Irak Kurdi Warya Shalih—yang berjuluk Abu Abdullah Asy-Syafi’i,
salah seorang tokoh organisasi Anshar Al-Islam—untuk memimpin latihan
dan dukungan militer kepada jaringannya.
Dan, Pahlawan itu pun Muncul
Suatu pagi, 20 Maret 2003 Amerika memulai serangan ke Irak dengan dalih
yang sangat dipaksakan, yaitu kepemilikan senjata pemusnah massal.
Padahal PBB tidak memenuhi klaim Amerika akan konfirmasi kepemilikan
Irak akan senjata yang dimaksud. Sebagaimana penjelasan Collin Powel
Menteri Luar Negeri AS pada tanggal 4 April 2004 bahwa bukti-bukti yang
pernah diajukannya pada pidato di Dewan Keamanan PBB tanggal 4 Pebruari
2003, tidaklah meyakinkan dan tidak bisa dipegang.
Collin Powel
Akan tetapi, bukan Amerika namanya kalau tidak
“ngeyel” dan
bersikeras menyerang dengan beberapa alasan yang terkesan dibuat-buat,
yakni soal keterlibatan Irak dalam terorisme internasional, khususnya
dengan jaringan Al-Qaidah. Amerika juga meyakini bahwa Zarqawi sebagai
tokoh yang pas untuk dituduh sebagai penghubung antara rezim Saddam
Hussein—yang sekuler—dengan Al-Qaidah—yang fundamental. Washington
mengatakan kalau Zarqawi pernah berobat di salah satu rumah sakit di
Baghdad.
Baghdad jatuh dan tentara Amerika masuk ke dalamnya pada 9 April 2003
tanpa ada perlawanan yang berarti. Ketika rezim Saddam Husein telah
jatuh, pemerintah Amerika tidak memberikan bukti-bukti apapun yang
menunjukkan kepemilikan senjata pemusnah massal oleh Irak. Amerika juga
tidak berhasil membuktikan hubungan rezim penguasa Irak dengan terorisme
internasional secara umum, dan jaringan Al-Qa’idah secara khusus. Kedua
tuduhan yang diumumkan oleh Washington sebagai penyebab pendudukan Irak
dan ditumbangkannya rezim Saddam, selain alasan demokratisasi dan HAM.
Jatuhnya kota Baghdad
Nama Zarqawi mulai mencuat karena adanya beberapa aksi penyerangan
kedutaan Yordania di Baghdad pada 8 Agustus 2003. Keeseokan harinya
terjadi ledakan di kantor PBB di Baghdad pula. Zarqawi dituduh sebagai
dalang peledakan itu. Bahkan, dirinya tidak saja dituduh sebagai otak di
balik berbagai aksi yang terjadi di Irak, tetapi juga yang terjadi di
Eropa. Ia dituding sebagai otak peledakan-peledakan di Istanbul, Turki
pada 20 November 2003. Pada 2 Februari 2004, ledakan hebat terjadi di
Karbala dan Kadzimiah.
Penyerangan Kedutaan Yordania di Baghdad
Sebulan setelah peledakan kantor PBB di Baghdad, tepatnya 24
September 2003, Departemen Keuangan Amerika mengumumkan pembekuan dana
milik Abu Mush’ab Zarqawi bersama enam orang lainnya—yang dikategorikan
sebagai teroris internasional. Pada bulan berikutnya, pemerintah Amerika
di Irak mengumumkan pihaknya menyediakan hadiah lima juta dollar kepada
siapapun yang bisa memberi informasi tentang keberadaan Zarqawi.
Pengeboman kantor PBB di Baghdad
Pemberitaan di media yang menyebut-nyebut Zarqawi sebagai aktor aksi
heroik itu justru menggelembungkan namanya sebagai pahlawan. Liputan
pers yang besar terhadap semua aksi Zarqawi di Irak dan penggelembungan
pers Amerika yang sengaja terhadap tema Zarqawi di Irak malah banyak
menguntungkan bagi Zarqawi, tanpa disadari oleh Washington. Padahal,
tujuan semula mem-blow up kecamuk di Irak adalah untuk menunjukkan bahwa
adanya jaringan teroris di Irak, dan bahwa mayoritas warga Irak
menerima kehadiran tentara asing—hanya sedikit minoritas Arab saja yang
melakukan aksi perlawanan.
Wanted
Efek dari pemberitaan itu ternyata menciptakan harapan dari orang
Arab akan hadirnya sosok seorang pahlawan. Seorang pahlawan sekaligus
pemimpin yang mereka anut untuk berjuang menyalurkan kerinduan berjihad.
Setiap Arab muslim yang ingin pergi berjihad ke Irak langsung datang ke
Zarqawi untuk diperintah di bawah kendalinya. Mentalitas dunia Timur
(Arab) terbiasa menciptakan seorang sosok pahlawan.
Jihad di Irak
Paruh pertama tahun 2004 terjadi perubahan spesifik dalam aksi-aksi Zarqawi dan jaringannya yang disebut
At-Tauhid wa Al-Jihad.
Setelah penyataan tentang kelahiran jaringan melalui surat penyataan
mengenai serangan laut terhadap pelabuhan Bashrah yang ditandatangani
olehnya, pernyataan-pernyataan lainnya terus dikeluarkan. Kali ini
ditandatangani oleh sayap militernya. Zarqawi juga membuat situs
internet yang menyiarkan pernyataan-pernyataan mereka tersebut.
Jamaah Tauhid wal Jihad
Kini ada kantor pers khusus milik jaringan
At-Tauhid wa Al-Jihad—yang
mengindikasikan bahwa jaringan Zarqawi kini mengandalkan praktek
kelembagaan yang teratur. Tujuannya, Zarqawi ingin menegaskan
kehadirannya yang kuat di Irak dan memberi bukti materiil bahwa
dirinyalah yang berada di balik aksi-aksi peledakan besar di Irak—bahkan
sudah menyatakan tanggung jawab kejadian tersebut dengan pernyataan
tulisan tangan.
Zarqawi juga sering muncul pada media online dan pada 25 April 2004,
ia menegaskan bahwa kelompoknya tidak ada hubungan dengan Al-Qaidah.
Pernyataan ini ditandatangani sendiri oleh Abu Mush’ab Zarqawi sebagai
amir jamaah At-Tauhid wa Al-Jihad. Berarti, ia telah memutuskan untuk
mengumumkan jaringannya tersendiri yang mulai didirikannya ketika ia
membangun kamp Herat, Afghanistan.
Sikap Zarqawi ini tidak menunjukkan adanya perpecahan dengan
Al-Qaidah. Justru dengan posisi seperti ini, berarti bahwa jaringan
Zarqawi dan jaringan Bin Ladin akan berlomba-lomba untuk melakukan
pukulan yang lebih memilukan terhadap musuh bersama.
Al-Qaidah meminang Zarqawi
Awalnya jama’ah Tauhid wal Jihad ini hanya beranggotakan tidak lebih
dari 30 orang. Namun, berkat kejeniusan pers Amerika pengikut Zarqawi
bertambah sekarang menjadi ribuan orang. Saat itu pemerintah Amerika
mengumumkan bahwa pihaknya berhasil mengendus sebuah pesan yang
dikatakan ditulis oleh Zarqawi untuk para pemimpin Al-Qaidah. Langkah
itu memberi kesempatan kepada para pemimpin jaringan Al-Qaidah dan
kadernya untuk berupaya menyatukan barisannya bersama Zarqawi. Karena
bunyi pesan surat itu menegaskan bahwa Zarqawi siap untuk menjadi bagian
dari Al-Qaidah.
Para pejuang Arab dan kaum muslimin yang mempunyai kesetiaan dengan
pemikiran Al-Qaidah segera bergabung dengan jaringan Zarqawi— meskipun
proses penyatuan kedua kelompok itu belum terjadi. Setelah siaran pesan
surat itu, banyak orang-orang kaya berusaha untuk menyetorkan dananya
kepada Zarqawi. Sedangkan Usamah bin Ladin juga mengikuti langkah yang
sama, ia segera berinisiatif untuk mengontak Zarqawi untuk menarik
jaringan Zarqawi di bawah bendera Al-Qa’idah, yang menempatkan Zarqawi
sebagai amir di Irak, sehingga Al-Qa’idah saat ini merupakan pemain
utama di kancah Irak.
Bersatunya Zarqawi dengan Al-Qaidah secara taktik dan strategi
menguntungkan kedua belah pihak : syaikh Usamah dan Zarqawi. Bagi syaikh
Usamah hal itu merupakan peluang bersejarah untuk unjuk gigi di depan
Washington bahwa serangan terhadap Afghanistan tidaklah mampu menghabisi
Al-Qaidah, sesuai dengan ungkapan
“tembakan yang tidak membunuhku, justru menguatkan aku.”
Dan kini, Irak justru menjadi kancah yang lebih penting bagi Al-Qaidah
karena karakter wilayah dan rakyatnya lebih cocok bagi Al-Qaidah
daripada Afghanistan.
Sedangkan bagi Zarqawi, pasokan pejuang dari luar Irak adalah aset
berharga. Kebanyakannya para sukarelawan yang datang ke Irak untuk
bergabung dengan dirinya karena dorongan cinta jihad. Arus tenaga baru
ini sangat bergantung kelancarannya dengan ketatnya pengawasan keamanan
di perbatasan. Sehingga persatuannya dengan Al-Qaidah mengamankan terus
berlanjutnya arus tenaga baru ini secara teratur dan terus menerus.
Demikian juga halnya dengan unsur dana dan logistik.
Al-Qaidah Irak
Akhirnya, bersatulah Al-Qaidah dengan
Jamaah Tauhid wal Jihad menjadi
Tanẓīm Qāʻidat al-Jihād fī Bilād al-Rāfidayn pada Oktober 2004. Atau lebih familiar disebut dengan Al-Qaidah Irak yang dipimpin Zarqawi.
Strategi dan Pemikiran Zarqawi
Zarqawi menulis beberapa surat dan pidato antara tahun 1994 hingga 2004.
Jumlah keseluruhannya mencapai sembilan buah. Dilihat dari surat dan
beberapa karya tulisannya, Zarqawi adalah seseorang yang tegas dalam
permasalahan tauhid dan sikap kepada penguasa. Sikap Zarqawi terhadap
pemerintahan Irak saat itu dianalogikan seperti pemerintahan Hamid
Karzai di Afghanistan,karena sama-sama bentukan Amerika. Hingga ia
menyebutnya dengan
“Karzai Irak”.
Karzai Irak
Dalam pesannya Zarqawi menyatakan,
“Kami berjihad demi menjadikan
kalimat Allah yang tertinggi, dan menjadikan agama seluruhnya milik
Allah. Mizan dan hukum kami adalah Al-Quran. Orang Amerika yang muslim
adalah saudara kami yang tercinta. Orang Arab yang kafir adalah musuh
kami yang dibenci, meskipun kami dan dia sama-sama satu rahim.”
Sedangkan pada suratnya yang berjudul
“Washaya ila Al-Mujahidin” (Wasiat-Wasiat Kepada Mujahidin), Zarqawi mengatakan,
“Generasi
rabbani sajalah yang bisa memanggul panji (Islam) di zaman keterpurukan
ini, yang mampu mengangkat jubah di zaman kehinaan ini. Tiada di antara
mereka yang ragu. Hanya agamanyalah yang membuatnya murka, walaupun
dunia seluruhnya dikucurkan kepadanya dengan tumpah ruah.”
Zarqawi adalah sosok yang selalu berpegang pada Al-Quran, Sunnah dan
pendapat para ulama. Selalu mengingatkan akan sikap terhadap penguasa
dan menyerukan bahwa Islam tidak akan tegak kecuali dengan jihad fi
sabilillah. Zarqawi adalah sosok yang tegas kepada Syiah. Ia mengatakan
bahwa musuh hakiki Amerika sebenarnya adalah orang-orang Sunni.
“Orang mengira bahwa Syiah termasuk dari Islam.
” Padahal, “Syiah
itu kafir dan keluar dari Islam,” Ia melanjutkan, ” Umat Islam harus
tahu, Syiah adalah agama yang tidak sesuai dengan Islam, kecuali seperti
kesesuaian Yahudi dengan Nasrani di bawah satu nama yaitu Zarqawi ahlul
kitab. Dari mulai menyimpangkan Al-Kitab, mencacimaki para shahabat,
mencela Ummahatul Mukminin, hingga mengkafirkan penganut Islam,
melakukan berbagai berbagai bentuk kesyirikan, berbagai jenis khurafat,
kebobodahan, dan legenda-legenda menyesatkan,”jelas Zarqawi.
Syiah Bukan Islam
Maka, dengan ini Zarqawi mengancam Syiah, bahwa ia tidak akan tinggal
diam, hingga mereka membiarkan masjid-masjid Sunni dan menghentikan
pertumpahan darah dengan Ahlussunnah, menghentikan celaan mereka
terhadap kehormatan Nabi Muhammad SAW, berhenti dari menolong
musuh-musuh Islam, yakni kaum Salib dan Yahudi.
Zarqawi adalah sosok yang memiliki optimisme tinggi pada kemenangan
Islam. Dalam wasiat-wasiatnya kepada Mujahidin, Zarqawi juga
mengisyaratkan bahwa kemenangan akan datang kepada muslimin. Ia berkata
bahwa hal itu:
“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang
yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan
mendapati peubahan pada sunnah Allah.” Zarqawi segera menambahkan,
“Namun
kemenangan Allah itu mungkin saja terlambat sampai waktu yang tidak
diketahui. Boleh jadi disertai kekalahan-kekalahan dan luka di barisan
muslimin.”
Zarqawi melihat kekalahan yang terjadi di tangan mujahidin adalah
wajar. Kekalahan adalah suatu keharusan untuk mewujudkan kemenangan,
bagaimanapun mahal harganya. Karenanya, sabar merupakan keharusan ketika
kesulitan terjadi. Kemenangan akan diperoleh dengan kesabaran.
Syahidnya Sang Pahlawan
Pada awal tahun 2002, tersiar kabar akan kesyahidan Zarqawi dari anggota
aliansi utara Afghanistan. Hingga banyak media latah dan mengabarkan
hal ini bahwa Zarqawi syahid terkena terjangan roket di Afghanistan.
Namun, hal itu hanyalah isu belaka.
Pada Maret 2004, sebuah kelompok pemberontak di Irak juga
mengeluarkan pernyataan bahwa Zarqawi syahid pada bulan April 2003.
Namun, lagi-lagi itu hanyalah sebuah klaim. Klaim-klaim itu terjadi lagi
pada 16 September 2005 oleh Jawad Al-Kalesi yang menyatakan kesyahidan
Zarqawi di wilayah utara Irak. Juga pada 20 November 2005, beberapa
sumber berita melaporkan Zarqawi syahid karena serangan koalisi di
Mosul.
Baqubah
Akhirnya, hari itu pun tiba. Zarqawi syahid pada tanggal 7 Juni 2006
karena terjangan bom jet F-16 Amerika. Saat itu Zarqawi sedang berada di
sebuah rumah di Baqubah. Turut 5 mujahidin lainnya syahid dalam
serangan tersebut.
Pahlawan Islam itu telah pergi. Akan tetapi, tekad dan semangat juangnya
akan selalu terwariskan kepada pemuda-pemuda Islam masa kini.
Wallahu a’lam bi shawab
Penulis : Dhani El_Ashim
Diinisiasi dari buku Generasi Kedua Al-Qaidah karya Fuad Hussein.
Kredit : http://www.kiblat.net