KIBLAT.NET – Banyak hadis Nabi saw, mengabarkan bahwa kekhilafahan Islam seperti pada masa Khulafaur Rasyidin akan kembali tegak sekali lagi. Salah satunya adalah hadis yang menggambarkan bentuk dan tahapan kekuasaan yang akan terjadi sepeninggal beliau sampai hari kiamat secara urut. Beliau bersabda:
تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَاءَ ا للهُ أَنْ
تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ
تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ
اللهُ اَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ،
ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًا ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ
، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ
مُلْكًا جَبَّرِيًّا ، فَتَكُوْنَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ
يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى
مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، ثُمَّ سَكَتَ
“Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah aala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih).
Bentuk Pemerintahan dan Tahapannya Menurut Nabi saw
Secara urut, bentuk dan perubahan sistem pemerintahan yang akan terjadi adalah:
- Masa pemerintahan yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad yang disebut sebagai masa Kenabian. Periode ini berakhir dengan wafatnya beliau.
- Periode Khilafah berdasarkan Manhaj Nubuwwah. Masa ini dimulai dengan berdirinya kekhilafahan Abu Bakar sampai wafatnya Ali ra. Sebagian ulama memasukkan pemerintahan Hasan bin Ali ke dalam periode ini. Inilah 30 tahun masa khilafah ala manhaj nubuwwah, seperti disebutkan oleh Nabi saw.
- Periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit). Yaitu setelah kekhilafahan Hasan bin Ali sampai runtuhnya kekuasaan Turki Utsmani menjelang abad 20. Awal periode ini adalah akhir periode khilafah rasyidah, atau disebut dalam hadis lain sebagai masa raja-raja. Namun, perlu dicatat bahwa karakter kerajaan ini bersifat global dan tidak menutup kemungkinan adanya raja yang mengikuti sunah dan menerapkan syariat dan jihad fi sabilillah. Seperti yang terjadi pada masa Umar bin Abdul Aziz dan khalifah-khalifah setelahnya. (Majmu’ Al_Fatawa, 35/18)
- Periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak). Yaitu sejak runtuhnya dinasti Utsmani sampai hari ini. Mencakup seluruh bentuk pemerintahan di dunia Islam, baik kerajaan, warisan, partai, atau rezim kafir terhadap kaum muslimin.
- Khilafah bermanhaj Nubuwwah.
Rasulullah saw menamai Daulah pertama sepeninggal beliau dengan sebutan khilafah ala sesuai manhaj nubuwwah. Sifat para khalifahnya beliau sebut sebagai khilafah rasyidah (lurus) dan mendapatkan petunjuk. Beliau juga mewasiatkan kepada umat agar mereka memegang teguh sunah mereka kuat-kuat. Dan ini adakan rekomendasi beliau saat dunia Islam dipenuhi dengan perselisihan pendapat.
وَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا
كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ
الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Sesungguhnya siapa saja yang hidup di antara kalian sepeninggalku akan melihat perselisihan yang banyak, maka hendaknya kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah Al-Khulafa Ar-Rasyidin sepeninggalku, gigitlah dengan geraham.” (At-Tirmidzi; Shahih)
Khilafah pada masa ini memperoleh sifat “rayidah” karena berjalan sesuai manhaj nubuwwah. Dalam hal pengangkatan pemimpin pada periode khilafah rasyidah digambar secara ringkas oleh Syaikh Husein bin Mahmud sebagai berikut:
Ketika Rasulullah Saw wafat, beliau tidak menunjuk salah seorang pun untuk menjadi khalifah. Namun beliau hanya memberi beberapa isyarat yang mengarah kepada sahabat Abu Bakar As-Shiddiq. Ketika sahabat Anshar berkumpul di Saqifah, Abu Bakar As-Shiddiq, Umar Al-Faruq dan kepercayaan ummat ini (Abu Ubaidah bin Jarrah) datang menemui mereka dan setelah terjadi perdebatan sejenak, mereka pun menunjukkan Abu Bakar dan berbai’at kepadanya.
Kemudian diikuti oleh tokoh para sahabat dan Ahlul Halliy wal ‘Aqdi. Sehingga dengan demikian Abu Bakar pun menjadi khalifah kaum muslimin. Nah, ketika Abu Bakar merasa usianya sudah mendekati ajal, beliau pun bermusyawarah dengan tokoh para sahabatnya tentang ishtikhlaf Umar. Mayoritas di antara mereka setuju dengan pengangkatan Umar, meskipun ada beberapa yang menolak (dengan alasan Umar berwatak keras).
Abu Bakar pun terus mengadakan musyawarah sampai semuanya setuju. Setelah itu, beliau pun berkhotbah di depan penduduk Madinah dan meminta kesepakatan kepada mereka. Akhirnya mereka pun sepakat atas pilihannya. Dengan demikian Umar menjadi khalifah setelah dibai’at dan disetujui oleh Ahlul Halli wal ‘Aqdi.
Setelah Umar r.a ditikam, beliau meninggalkan perkara tersebut kepada enam orang Ahlus Syura, mereka adalah para sahabat yang dijamin masuk surga dan termasuk tokoh sahabat yang disetujui oleh manusia. Namun, enam orang tersebut menyerahkan urusan kepada Abdurrahman bin Auf untuk menentukan pilihan antara Ali dan Utsman. Mendapat amanah seperti itu, Abdurrahman pun bermusyawarah dengan seluruh para sahabat baik sahabat senior maupun yang junior.
Setelah dimintai pendapatnya, mayoritas para sahabat menentukan pilihannya kepada Utsman. Akhirnya, Abdurrahman pun berbai’at kepada Utsman dan diikuti oleh penduduk Madinah. Utsman baru menjadi imam yang syar’i setelah bai’atnya disetujui oleh Ahlul Halli wal’Aqdi.
Kemudian (singkat cerita) Utsman pun dibunuh. Orang-orang menunjuk beberapa tokoh sahabat untuk dijadikan khalifah, namun mereka semua menolaknya. Kemudian mereka bersikeras untuk mengangkat Ali, beliau pun setuju dengan syarat seluruh masyarakat berbai’at kepadanya secara terang-terangan di masjid, akhirnya masyarakat pun berbai’at kepadanya. Setelah itu beliau menulis surat kepada para gubernur untuk mengambil bai’at dari mereka. Semuanya berbai’at kecuali penduduk Syam. Dengan demikian Ali pun menjadi khalifah yang syar’i setelah dibai’at oleh Ahlul Halli wal ’Aqdi dan diikuti oleh mayoritas penduduk Madinah.
Perlu diketahui, sebenarnya penduduk Syam bukan tidak setuju atas pengangkatan Ali sebagai khalifah—sebagaimana keyakinan sebagian orang—namun mereka hanya lebih mengutamakan penyerahan para pembunuh Utsman untuk diqishash (lihat penjelasannya di Majalah Kiblat).
Sementara Khulafaur Rasyidin yang kelima, yaitu “Umar bin Abdul Aziz”—semoga Allah meridhainya dengan mengembalikan kepemimpinan kepadanya secara istikhlaf—beliau melepaskan jabatannya dan menyerahkan urusan tersebut kepada kaum muslimin untuk diputuskan secara musyawarah. Kemudian beliau pun dibai’at oleh Ahlul Halli wal ‘Aqdi.
Dengan demikian beliau sah menjadi khalifah yang syar’i, atau bahkan Khulafaur Rasyidin yang memperbarui sistem kekhalifahan kepada manhaj nubuwah.
Demikianlah cerita singkat tentang proses bai’at pada masa khalifah ‘ala minhaji nubuwah. Tidak ada satu pun di antara mereka yang mengambil bai’at melalui cara pemaksaan dengan pedang. Semuanya terjadi dengan keridhaan ahlul halli wal ‘aqdi dan mayoritas kaum muslimin.
Khilafah Rasyidah Kedua
Ada dua kelompok pendapat yang berbeda tentang khilafah akhir zaman, apakah akan ada sebelum kemunculan Al-Mahdi ataukah Khilafah berdasarkan manhaj nubuwwah adalah Al-Mahdi itu sendiri. Atau, ada kemungkinan khilafah sebelum Al-Mahdi tetapi bukan khilafah rasyidah sesuai manhaj nubuwwah.
Dalil kelompok yang meyakini ada khilafah rasyidah sebelum Al-Mahdi, di antaranya adalah:
Pertama, “Wahai Ibnu Hawalah, jika engkau telah melihat khilafah telah turun di Baitul Maqdis maka telah dekat terjadinya gempa-gempa, musibah-musibah dan perkara-perkara yang besar. Hari kiamat pada hari itu lebih dekat kepada manusia dibanding dekatnya tanganku ini dari kepalamu.” (Abu Daud; Dinyatakan sahih oleh Al-Albani).
Mereka mengatakan, “Teks hadis menunjukkan bahwa khilafah pusatnya di Al-Quds. Isa bin Maryam setelah turun dari Damaskus akan menuju Al-Quds. Ini menunjukkan bahwa Palestina saat itu berada dalam kekuasaan umat Islam dan bahwa negara Yahudi yang ada lenyap dan berakhir.”
Kedua, “Makmurnya Baitul Maqdis saat runtuhnya Yatsrib (Madinah), dan runtuhnya Madinah saat terjadinya peperangan besar, dan terjadinya peperangan besar saat ditaklukkannya Konstantinopel, dan ditaklukkannya Konstantinopel saat keluarnya Dajjal.” (Abu Daud; Shahih)
Mereka berkata, “Makmurnya Baitul Maqdis akan menjadi tempat berdirinya khilafah. Ini berarti Al-Quds telah dibebaskan. Pembebasannya harusnya dilakukan degan jihad yang syar’i dan islami melawan Yahudi.
Ketiga, “Tidak akan tersisa di atas bumi ini rumah pun di desa maupun di kota kecuali akan dimasuki oleh kalimat Islam (syahadat), dengan kemuliaan orang yang mulia atau kehinaan orang yang hina. Adapun orang-orang yang dimuliakan Allah, Dia menjadikan mereka sebagai pemeluk Islam, bila tidak Allah menghinakan mereka, sehingga mereka taat kepada aturan Islam (membayar jizyah).” (Ahmad; Shahih).
Mereka berkata, “ungkapan ‘sehingga mereka menaati aturan Islam’ menunjukkan bahwa itu adalah membayar jizyah. Ini menunjukkan bahwa ini terjadi sebelum turunnya Isa bin Maryam, sebab beliau tidak mau menerima jizyah dari seorang pun.”
Sementara itu, pendapat yang menyatakan tidak ada khilafah rasyidah sebelum Al-Mahdi beralasan dengan dalil di antaranya sebagai berikut:
Pertama: Sesuai hadis-hadis tentang kemunculannya, Al-Mahdi muncul setelah periode mulkan jabbariyan dan perselisihan antara tiga putra khalifah (lihat hadis selanjutnya). Apakah mungkin terjadi peperangan tiga anak khalifah bila khalifah saat itu adalah khalifah rasyidah? Ini tentu saja bukan ciri khilafah rasyidah.
Kedua: Bila khilafah saat itu adalah khilafah rasyidah, maka bagaimana kekhilafahannya banyak terjadi kezaliman dan kejahatan? Sebab, Al-Mahdi keluar setelah bumi ini dipenuhi dengan kezaliman dan kejahatan.
Rasulullah saw bersabda:
لَتُمْلأَنَّ الأَرْضُ جَوْراً وَظُلْماً ، فَإِذَا مُلِئَتْ
جَوْراً وَظُلْماً يَبْعَثُ الله رَجُلاً مِنِّي اسْمُهُ اسْمِي ، وَاسْمُ
أَبِيهِ اسْمُ أَبِي فَيَمْلَؤُهَا عَدْلاً وَقِسْطاً كما مُلِئَتْ جَوْراً
وَظُلْماً
“Sungguh bumi ini akan dipenuhi oleh
kezaliman dan kesemena-menaan. Dan apabila kezaliman dan kesemena-menaan
telah penuh, maka Allah akan mengutus seorang laki-laki yang berasal
dari umatku (dalam hadis lain keturunanku), namanya seperti namaku, dan
nama bapaknya seperti nama bapakku. Maka ia akan memenuhi bumi dengan
keadilan dan kemakmuran, sebagaimana telah dipenuhi sebelum itu oleh
kezaliman dan kesemena-menaan.” (Shahih Al-Jami: hadis on 5073; Shahih).
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kemungkinan khilafah sebelum Al-Mahdi, tetapi bukan khilafah rasyidah adalah di antaranya:
يُقْتَلُ عِنْدَ كَنْزِكُمْ هذَا ثَلاَثَةٌ كُلُّهُمُ ابْنُ
خَلِيفَةٍ ثُمَّ لاَ يَصِيرُ إِلَى وَاحِدٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَطْلُعُ
الرَّايَاتُ السُّودُ مِنْ قِبَلِ المَشْرِقِ فَيَقْتُلُونَكُمْ قَتْلاً
لَمْ يُقْتَلْهُ قَوْمٌ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْواً
عَلَى الثّلْجِ فَإِنَّهُ خَلِيفَةُ الله المَهْدِيُّ
“Akan berperang tiga orang di sisi
perbendaharaan kalian. Mereka semua adalah putra khalifah. Tetapi, tak
seorang pun di antara mereka yang berhasil menguasainya. Kemudian
muncullah bendera-bendera hitam dari arah Timur, lantas mereka memerangi
kamu (orang Arab) dengan suatu peperangan yang belum pernah dialami
oleh kaum sebelum kalian. Maka jika kamu melihatnya, berbaiatlah
walaupun dengan merangkak di atas salju, karena dia adalah khalifah
Allah Al-Mahdi.” (Riwayat Tsauban. Al-Ahkam Asy-Syar’iyyah
Al-Kubra, IV/527; Hasan. Syaikh Al-Albani memberikan catatan bahwa
kalimat “Khalifah Allah Al-Mahdi” adalah dhaif)
Hadis ini menunjukkan adanya khalifah
sebelum Al-Mahdi, tetapi bukan khalifah rasyidah sesuai manhaj nubuwwah.
Ya, yang akan terjadi sebelum kemunculan Al-Mahdi—wallahu a’lam—adalah
imarah-imarah (pemerintahan) Islam, bukan khilafah rasyidah di bawah
satu amirul mukminin.
Dalilnya adalah:
سَيصِيرُ الأَمْرُ إلَى أَنْ تَكُونُوا جُنُوداً مُجَنَّدَةً
جُنْدٌ بِالشَّامِ وَجُنْدٌ بِالْيَمَنِ وَجُنْدٌ بِالعِرَاقِ ، عَلَيْكَ
بِالشَّام فَإِنَّهَا خيرَةُ الله مِنْ أَرْضِهِ يَجْتَبِي إِلَيْهَا
خِيرَتَهُ مِنْ عِبَادِهِ فإِنْ أَبَيْتُمْ فَعَلَيْكُمْ يَمَنَكُمْ
وَاسْقُوا مَنْ غُدْرِكُمْ فَإِنَّ الله قَدْ تَوَكَّلَ بِي بَالشَّامِ
وَأَهْلِهِ
“Pada akhirnya umat Islam akan menjadi
pasukan perang: satu pasukan di Syam, satu pasukan di Yaman, dan satu
pasukan lagi di Irak. Ibnu Hawalah bertanya: Wahai Rasulullah, pilihkan
untukku jika aku mengalaminya. Nabi saw menjawab, “Hendaklah kalian
memilih Syam, karena ia adalah negeri pilihan Allah, yang Allah
kumpulkan di sana hamba-hamba pilihan-Nya. Jika tak bisa hendaklah
kalian memilih Yaman dan berilah minum (hewan kalian) dari kolam-kolam
(di lembahnya), karena Allah menjamin untukku negeri Syam dan
penduduknya.” (HR. Imam Ahmad; Shahih).
Hadits ini menunjukkan bahwa akan ada tiga imarah Islam. Di hadis lain, Rasulullah saw brsabda:
يَخْرُجُ مِنْ عَدَنِ أَبْيَنَ اثْنَا عَشَرَ أَلْفًا , يَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ هُمْ خَيْرُ مَنْ بَيْنِى وَبَيْنَهُمْ
“Akan muncul dari Aden Abyan (Yaman),
12000 orang yang menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka adalah sebaik-baik
orang di antaraku dan mereka.” (Ahmad; Shahih).
Hadis ini juga menunjukkan bahwa akan ada
imarah Islam yang kuat dan mengerahkan pasukan sebanyak 12 ribu
personel, dengan izin Allah. Hadis panji hitam dari Khurasan juga
menunjukkan bahwa ada imarah Islam yang akan mengerahkan pasukan untuk
mendukung Al-Mahdi atau Al-Mahdi bersama mereka.
Penutup
Tidak ada kepastian kapan khilafah akhir zaman akan muncul. Ini adalah perkara gaib. Semua pendapat ulama adalah kesimpulan masing-masing dari penelitian hadis-hadis terkait. Namun, bila dicermati ada kesamaan karakter perjalanan menuju tegaknya khilafah, yaitu tidak lepas dari jihad fi sabilillah, pengerahan pasukan-pasukan, dan peperangan besar di akhir zaman.
Tugas umat Islam adalah mempersiapkan diri
agar bisa bergabung dengan mereka bila Allah menakdirkannya mengalami
zaman tersebut. Bukan menunggu dan berpangku tangan seperti kelompok
Syiah menunggu Imam Mahdi mereka yang sedang bersembunyi, menurut
keyakinan mereka. Salah satu persiapannya adalah mencintai jihad fi
sabilillah dan mengondisikan agar siap untuk berjihad. (Agus Abdullah)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
HAK ANDA UNTUK KOMEN