Cari Blog Ini

Jumlah Paparan Halaman

Catatan Popular Minggu Lepas

Isnin, 6 Julai 2015

Lembaran Sejarah: Bendera-Bendera Jahiliyyah

Toghut Jordania (Abdullah) mengibarkan bendera jahiliyah warisan nenek moyangnya, “sharif” al Husayn di Aqobah dimana pertama kali bendera ini ditancapkan oleh T.E.Laurence

Seiring dengan sejumlah faksi-faksi militer di negeri-negeri yang dikenal dengan sebutan “Arab Spring” mengangkat bendera jahiliyyah, dan sejumlah pengklaim jihad yang telah mengizinkan dan membenarkan pengibaran bendera ini di tempat yang diyakini sebagai wilayah mereka, bahkan mendukung pembawa bendera ini yaitu Shahawat (aliansi nasionalis) murtaddin melawan Daulah Islam, maka menjadi penting untuk menerangkan pada kaum  muslimin sejarah dibalik bendera ini.

Mark Sykes - Salibis pencetusbendera nasionalisme jahiliyah
Mark Sykes – Salibis pencetusbendera nasionalisme jahiliyah

Sejarah asli dari bendera “Arab Spring” -kebanyakan bendera ini dikibarkan oleh murtaddin rezim Arab- ialah sebuah bendera yang didesain oleh salibis Inggris Mark Sykes. Ya, Mark Sykes dari perjanjian Sykes-Picot yang memecah tanah kaum muslimin menjadi negara-negara nasionalis, salibis yang sama yang juga mempromosikan Deklarasi Balfour yang tidak terkenal itu dibalik pendirian negara Yahudi.


 Hitam dipilih untuk mewakili masa Abbasiyyah, putih untuk mewakili masa Umayyah, hijau untuk mewakili masa Ubaydiyyah “Fatimiyyah”, dan merah untuk mewakili kepemimpinan terakhir di Hijaz yaitu “Sharif”. Dalam simbolisme ini, ia mencampur aduk antara kekhilafahan Islam, dengan murtaddin Ismailiyyah, dan agen-agen murtaddin. Ia perlu memberi pengikut Arabnya sesuatu yang simbolik, historis, materialis, dan khas “Arab” bagi mereka untuk dibawa. Bendera jahiliyyah ini menjadi bendera “Revolusi Arab” yang direncanakannya. Bendera yang pada awalnya dibuat di Mesir oleh Militer Inggris untuk dikibarkan sekutu-sekutu mereka. Sekutu Sykes dari nasionalis Arab menggunakan sebaris sajak yang ditulis oleh Safi ad-Din al-Hilli –wafat 750H – untuk mendukung symbol Jahiliyyah ini. Al-Hilli berkata, “Amalan kita putih, pertempuran kita hitam, ladang kita hijau, dan pedang kita merah”. Tidak diragukan lagi, baris sajaknya ditulis ratusan tahun sebelum “Revolusi Arab”.

Sykes, bersama dengan kawan-kawannya dan para pemimpinnya, memikirkan rencana untuk lebih jauh mencerai beraikan tanah  muslimin menjadi negara-negara nasionalis. Tanah kaum muslimin sudah dikotori oleh kubah pagan (penyembah kubur) dan dijangkiti wabah hukum buatan manusia di tangan penguasa Ottoman, khususnya di dua abad terakhir sebelum berakhir dengan keruntuhan pemerintahan Ottoman. Kondisi yang rapuh ini ditambah dengan kebijakan turkifikasi –dimana diangkatnya nasionalisme Turki dan merendahkan bahasa Arab- mendukung Sykes dan sekutu-sekutunya dalam mensukseskan “Revolusi Arab”.

Orang-orang Inggris mulai bernegosiasi dengan Husain bin Ali (“Sharif” nya Hijaz – mati 1350H/1931M) untuk memberontak dan mendeklarasikan negara independen Arab nasionalis. Husain Ibn Ali melakukan revolusi melawan para pendahulu Ottoman dan mendeklarasikan dirinya, dengan izin Inggris, sebagai “Sultan di Tanah Arab” dan “Khalifah” atas “kekhalifahan” nasionalis yang didirikan para salibis!

ia tidak menyerukan jihad karena Allah untuk menjauhkan tanah muslimin dari hukum buatan manusia dan penyembah kubur dan menegakkan khilafah yang shar’i. Dan lagi, ia berperang hanya untuk menyatukan tanah “Arab” saja dibawah “kekhilafahan” nasionalis yang akan ia kuasai, tapi dibawah arahan tuan salibisnya yang baru.

Selama beberapa pertempuran, ia dan anak laki-lakinya memimpin dalam “Revolusi Arab”, tentara mereka bergabung dan didukung oleh salibis Inggris termasuk diantaranya Kolonel Cyril Wilson, Kolonel Pierce C. Joyce, Letnan Kolonel Stewart Francis Newcombe, Herbert Garland, dan Kapten T.E. Lawrence (dikenal dengan “Lawrence of Arabia”), salibis Perancis termasuk diantaranya Kolonel Edouard Bremond, Kapten Rosario Pisanim, Claude Prost, dan Laurent Depui, dan murtaddin Perancis Kapten Muhammad Ould Ali Raho. Inggris bahkan ingin mengintervensi dengan angkatan laut dan angkatan udara mereka dalam pertempuran untuk memberi bantuan lebih pada Husain dan anaknya dalam melawan saingan mereka. Husain dan anaknya dengan cermat sekali mematuhi perintah yang didiktekan kepada mereka oleh salibis Inggris untuk menjamin kelangsungan dukungan mereka. Inggris akhirnya menunjuk mereka sebagai raja atas Syria, Yordan, Iraq, dan Hijaz. Pemimpin taghut saat ini di Yordan adalah keturunan dari keluarga yang sama.

Keluarga Al-Husain secara cepat menyerahkan Syria kepada Perancis (salah satu dari bekas sekutu mereka), Iraq kepada nasionalis “berideologi” Arab, dan Hijaz kepada murtadin kesayangan Inggris, Abdul-Aziz Ibn Saud dan anaknya. Inggris mengetahui Abdul-Aziz dan anaknya tidak dapat dan tidak akan pernah memerintahkan ekspansi bagi kerajaan mereka diluar wilayah yang ditunjuk salibis yang mereka klaim sebagai sebuah “kekhilafahan”. Berbeda dengan al-Husain dan anaknya –dengan silsilah Quraish mereka- cukup menghibur dengan pemikiran sebuah “kekhilafahan”, sekalipun dari sebuah negara nasionalis yang dibangun salibis. Dengan demikian Inggris mengkhianati “kekhalifahan” nasionalis yang mereka dukung sendiri.

Berbagai rezim boneka murtadin yang dirancang oleh salibis setelah era kolonial, seluruhnya merupakan versi modifikasi dari bendera awal yang didesain Mark Sykes, kadang menggunakan tiga dari empat warna asli. Bendera “Revolusi Arab” adalah bapak dari bendera yang ada hari ini di berbagai negara nasionalis Arab termasuk Aljazair, Mesir, Yordan, Kuwait, Libya, Sudan, Syria (baik rezim maupun revolusi), Uni Arab Emirat, Yaman, dan Palestina, berbagai pergerakan nasionalis Arab di kawasan Somalia, Maroko, Mali dan Iran, juga murtadin partai Baa’ts dan “pasukan” murtadin Naqshabandi.

Bendera jahiliyyah ini pada dasarnya mewakili salibis, agen murtadin mereka, nasionalisme Arab, dan boneka taghut yang loyal terhadap salibis.
Sejarah singkat ini memberi sejumlah pelajaran:
  • Para salibis tidak keberatan untuk menyanjung sekutu mereka dengan mempropaganda simbolisme “Islam” ataupun membiarkan sekutu mereka melakukannya, selama hal tersebut dinodai dengan nasionalisme.
  • Para salibis bersandar pada strategi “menceraiberaikan dan menaklukan”. Mereka memisah-misahkan tanah muslimin melalui nasionalisme, sifat berat sebelah, dan bentuk jahiliyyah lainnya. Mereka bahkan dapat mendukung partai yang dianggap “lebih islami” melawan partai sekularis, jika mereka merasa yang terakhir tidak dapat menjaga kepentingan mereka di suatu kawasan, seperti halnya dukungan mereka pada “Salafi” palsu Abdul-Aziz melawan Sufi al-Husain. Dan hal ini yang diharapkan di Sham. Free Syrian Army (FSA) telah gagal mengamankan kepentingan barat mengingat Jabhah “Islam” telah sukses, maka Jabhah “Islam” akan lebih dilirik para salibis melalui mediator Teluk dan Turki mereka.
  • Salibis tidak akan keberatan mendukung agen berjanggut mereka untuk mendirikan entitas politik “Islam” palsu, bahkan mendukungnya dengan tentara salibis mereka, angkatan laut, dan angkatan udara, jika dengannya akan memenuhi kepentingan mereka yang lebih besar. Mereka bersandar pada perwakilan ini untuk memperjuangkan perang mereka, dengan demikian menyimpan tentara mereka sendiri agar tetap hidup. Bagi mereka ini adalah “setali tiga uang”.
  • Para salibis berusaha untuk menarik sekutu mereka ke lereng yan licin hingga sekutu mereka tidak lagi memiliki prinsip yang dapat dipegang dan dihormati. Agama mereka menjadi tidak lebih dari kepentingan personal dan faksional yang mengizinkan mereka untuk meninggalkan hukum shariah manapun yang mereka mau. Inilah mengapa mencari bantuan dari kufar melawan musuh kafir sangatlah berbahaya, bagi syarat-syarat mereka yang pada awalnya “ikhlas” sebelum berkembang menjadi kekufuran terang-terangan. Dan menjadi sangat serius ketika faksi “Islam” mencari bantuan kufar melawan muhajirin dan anshar dari Daulah Islam!
  • Para salibis akhirnya akan meninggalkan atau mengkhianati sekutu murtadin mereka untuk menarik agen-agen lain untuk masuk lebih dalam lagi kepada kemurtadan. Mereka memprioritaskan musuh mereka. Untuk sementara mereka dapat mendukung murtadin berjanggut yang datang dari partai atau faksi-faksi yang “lebih islami” hanya untuk menikam mereka dari belakang kemudiannya atau membiarkan agen dan sekutu mereka yang lebih loyal untuk melakukannya.
  • Para salibis dapat memanfaatkan orang dengan simbolisme dan “sejarah” untuk meraih kepentingan mereka. Seseorang tidak perlu merasa kaget menemui orang yang dulunya memiliki sejarah dalam “da’wah” dan “jihad” duduk di meja murtaddin di Turki.
  • Hubungan antara Inggris, al-Husain, dan Abdul-Aziz bukanlah rahasia lagi, pertemuan mereka sudah menjadi pengetahuan umum. Rincian rencananya pada masa lalu dan sekarang, yang kemudian murtadin menyembunyikannya dari kumpulan domba mereka.
Setelah sejarah singkat ini, setiap muslim seharusnya menolak kelompok manapun yang mengangkat bendera jahiliyyah ini dan setiap partai yang bekerjasama dengan mereka melawan Daulah Islam. Pengkhianatan mendalam seiring Shahawat mencari tameng bagi angkatan udara Qatar dan Al Salul melawan Daulah Islam. Semoga Allah membangkitkan mereka dalam barisan nenek moyang mereka – al-Husain Ibn Ali dan Abdul-Aziz Ibn Saud- pada hari perhitungan.

bendera jahiliyah1

Catatan: karena kesamaan nama, harus dicatat bahwa dimanapun nama Husain Ibn Ali digunakan disini, maka selalu terkait dengan agen salibis ini dan bukan anak dari Ali ibn Abi Talib radhiallahu’anhu..

Kredit : http://www.azzammedia.net

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

HAK ANDA UNTUK KOMEN

Nak beli domain dan nak buat website? boleh cuba link yang di beri...

Nak beli domain mudah dan servis terbaik....  https://secure.gbnetwork.com/aff.php?aff=778    klik banner yang kami beri ini...   Testim...

Catatan Paling Popular